Senja tadi, bertemankan secangkir teh hangat, setangkup roti keju, juga sesisir pisang susu.
"Vian sudah berangkat ke Jakarta, Ndug?" Sapa Ibu tiba² menyadarkan lamunku.
"Hmmh .. Ya", jawabku samar lantas kembali tenggelam dalam lamunan yg sedari tadi membuatku terdiam.
"Ada apa, Ndug? Apa yg terjadi?", selidik Ibu seolah tau apa yg dipikirkanku. Aku beringsut mendekatinya, memeluk lembut tubuhnya.
"Bu .. Jangan kecewa, ya. Aku sudah tidak bersamanya", bisikku pelan seraya menekan isak tangisku.
"Dia lebih memilih untuk kembali bersama cinta lamanya, aku kecewa, Bu, hatiku sakit". Jelasku terbata.
Tak butuh waktu lama, tangisku pecah dalam rengkuh hangatnya. Ku utarakan segala apa yg terlintas di benakku. Kilas balik semua kenangan saat bersamamu. Hingga apa yg membuatmu memutuskan untuk meninggalkanku.
Ditatapnya aku dengan lembut, Ia mengerti bahwa aku begitu kehilangan.
"Sudah, Ndug, ikhlaskan. Doakan saja semoga kelak Ia menjadi laki-laki yg memegang teguh janjinya, bukan laki-laki yg hanya bisa mengumbar janji lantas begitu saja pergi". Tuturnya penuh kelembutan seraya mengusap butiran air mata yg sudah sedari tadi membasahi pipi ini.
Senyum mengembang dari bibirku, mengetahui betapa tawadhu'nya kau menerima kabar kesedihanku. Terima kasih, Bu. Karenamu, aku kuat. Untukmu, aku tanggalkan sedih hatiku.
"Hmmh .. Ya", jawabku samar lantas kembali tenggelam dalam lamunan yg sedari tadi membuatku terdiam.
"Ada apa, Ndug? Apa yg terjadi?", selidik Ibu seolah tau apa yg dipikirkanku. Aku beringsut mendekatinya, memeluk lembut tubuhnya.
"Bu .. Jangan kecewa, ya. Aku sudah tidak bersamanya", bisikku pelan seraya menekan isak tangisku.
"Dia lebih memilih untuk kembali bersama cinta lamanya, aku kecewa, Bu, hatiku sakit". Jelasku terbata.
Tak butuh waktu lama, tangisku pecah dalam rengkuh hangatnya. Ku utarakan segala apa yg terlintas di benakku. Kilas balik semua kenangan saat bersamamu. Hingga apa yg membuatmu memutuskan untuk meninggalkanku.
Ditatapnya aku dengan lembut, Ia mengerti bahwa aku begitu kehilangan.
"Sudah, Ndug, ikhlaskan. Doakan saja semoga kelak Ia menjadi laki-laki yg memegang teguh janjinya, bukan laki-laki yg hanya bisa mengumbar janji lantas begitu saja pergi". Tuturnya penuh kelembutan seraya mengusap butiran air mata yg sudah sedari tadi membasahi pipi ini.
Senyum mengembang dari bibirku, mengetahui betapa tawadhu'nya kau menerima kabar kesedihanku. Terima kasih, Bu. Karenamu, aku kuat. Untukmu, aku tanggalkan sedih hatiku.
~22 April 2017, 4 hari kepergianmu.